Sunday, November 27, 2005

A Peach Rose

No man has ever asked which one I prefer: Flower or chocolate?
They always thought I like chocolate better than the other.

Actually I love both of them..but I'll prefer Flower (s) if a man ask me which one I want.
Why?
Because I can get chocolate by my self, even the heart-shape ones.
But it will be a l'il bit awkward, I guess, if once I go to the florist and buy some flower there.

Well just a thought of mine ..but for sure I'll never go to florist and buy some flower for myself.

That's why I was so surprised, when the bear picked me up at campus last thursday, he gave me:

A Rose. And it's peach. My favorite colour of rose.

That was one of the most romantic thing he's ever done to me.





Thank you..for loving me the way you do.

posted by ketket | 11:25 AM | 14 comments

Friday, November 18, 2005

BT

Dalam suasana hingar-bingar, dan remang-remangnya pencahayaan, terlihat 4 orang memasuki ruangan cafe. Cafe yang cukup terkenal di kalangan pekerja kantoran, di bilangan Jakarta pusat. 2 wanita dan 2 pria. Salah satu dari wanita tersebut sedang mengandung, wanita yang lainnya tidak, dan pastinya kedua pria itu juga tidak mengandung. Hubungan di antara mereka kalau boleh dikatakan, truly platonic.

Band-nya menarik, salah satu band yang mengisi acaraTV show terkenal di salah satu stasiun TV Swasta. Ruangannya didesain menarik, dengan memanfaatkan citi view yang terlihat dari jendela di sekeliling ruangan cafe. Dan buffet-nya makanannya..hmmm.

Band selesai menyanyi, 4 orang tersebut memberi tepukan yang meriah. Agak terlalu meriah mungkin, karena sepertinya tamu-tamu yang lain bahkan tidak memperhatikan performance band tersebut.

"Request lagu yuk!" kata salah seorang pria.
"Lagu apa ya?"
"Heaven dong," kata salah satu pria, yang memang menjadikan Heaven sebagai lagu kebangsaannya.

The Heaven was sang so damn good by the band!

"Ngga boleh ya minta dia nyanyiin ulang lagu ini?"
"Mending kita request lagu lain deh," kata salah seorang wanita.
"Iya..mau Rossa dong..," kali ini permintaan datang dari wanita yang mengandung.

Wanita yang lainnya, menuliskan request lagu tersebut di kertas yang disediakan: Aku bukan Untukmu by Rossa dan satu lagi Hey by Fatimah Rene. Tak lupa di bawah kertas request, dia menambahkan..dari meja yang tepuk tangannya paling kenceng.

"Okey..request ini..dari meja yang tepuk tangannya paling kenceng. Kira-kira mau nggak menyanyikan sendiri lagu requestnya ini?" seru si vokalis wanita melalui mic.

Meja yang disebut, langsung menyemangati si wanita, yang tidak mengandung, untuk maju. Pria yang lebih muda, serta-merta menyeret si wanita tersebut maju ke panggung. Si wanita itu, antara ingin dan antara malu, maju juga ke panggung.

"Suit..suit..!" tepuk tangan yang cukup meriah setelah si wanita selesai bernyanyi. Entah karena sekedar penghargaan atas keberanian, atau penghargaan atas "akhirnya selesai-menyanyi-juga dia."

Si wanita kembali bergabung dengan rekan-rekannya, yang ternyata sudah siap melancarkan request-request lagu lainnya.

"Gimana kalau satu kertas ini kita tulis 3 lagu sekaligus?"
"Iya..iya..Kahitna jangan lupa!"

Sayangnya, band tersebut memutuskan untuk menarik hati tamu yang lainnya. Mereka memutuskan untuk memanaskan suasana, dengan lagu dangdut. Salah satu instrumen, yang biasanya memang mampu meramaikan suasana kumpul-kumpul. Sayangnya si vokalis pria, memutuskan untuk menarik si wanita, yang tadi menyanyi, ke lantai untuk bergoyang dangdut. Si wanita tersebut, menggandeng tangan si pria, yang lebih muda, untuk menemaninya. Pria yang lebih tua dan si wanita mengandung, memutuskan untuk tetap di meja..tidak mengikuti 2 teman lainnya, merusak reputasi diri.

Si wanita dan pria di atas panggung, seperti tidak punya malu, bergoyang ngecor, ngebor dan gaya-gaya dangdut lainnya, untung gaya kayang tidak termasuk salah satunya.

"Oh My God, dimana kemaluan kita?" tanya si wanita, bercanda tentunya, sengaja memplesetkan kata rasa malu dengan kata kemaluan.

Berikutnya, band itu menyanyikan Pergi untuk Kembali by Ello. Spontan, si wanita dan si pria tersebut bersorak," Uh-huy". Namun langsung terdiam, menyadari hanya suara mereka yang terdengar, selain si penyanyi, di ruangan cafe itu. Si pria yang lebih tua dan wanita mengandung, hanya mengeleng-gelengkan kepala sambil tertawa memandang 2 orang itu.

"Percaya deh..pasti si penyanyi itu lagi ngincer lo untuk nyanyi," si wanita berbisik kepada si pria. "Tapi suara gw kan fals."

Tak selang 3 menit kemudian, si penyanyi menyorongkan mic ke si pria, memintanya menyanyikan reff lagu tersebut. Si pria itu, akhirnya meninggalkan kursi dan maju ke panggung untuk menyelesaikan sisa lagu itu.

---------

Di mobil, dalam perjalanan pulang, si pria itu berceloteh," Nggak nyangka ternyata acaranya seseru itu."
"Iya, apalagi pas bagian "AWWWW" yang lo nyanyiin pas di lagu Ello itu."
"Trus kita dapat doorprize lagi, kamera digital bo!"
"Tapi ko yang dapat kamu sih mas? Padahal kan kita yang malu dari tadi?"
"Ah..kita kan ngga malu..kita kan memang BT."

Oh ya..udah sempat ditulis belum ya? BT itu artinya..Banci Tampil. LOL.

posted by ketket | 10:30 AM | 8 comments

Wednesday, November 09, 2005

ICU

2 November 14.00
Tirt..tirt..Sms alert gw bunyi. Dari Anne.
Say, gw ngga jadi ketemuan sama lo yah..nyokap gw suruh beres2 rumah. Gw juga bete berat nih. Maap yah.

Dasar! Udah bela-belain nunggu, ternyata malah ngebatalin last minute. Hu-uh. Akhirnya, karena batal janjian ketemuan, gw pulang cepat. Pagar aja ketawa liat gw pulang masih siang gitu. Sampai rumah, bapak, mama dan ade udah siap dengan pakaian rapi. Mereka amazed juga, si kakak (maksudnya gw) udah pulang.
"Trin, kok tumben udah pulang jam segini?"
"Iya ma, Anne batalin janji last minute. Ya udah aku pulang aja."
"Ikut ke rumah kak Rini yuk, bapatua* sakit dan dirawat di sana."

22.30
Malamnya saat kami sedang nonton DVD (lupa judulnya..karena liburan kemarin kita beli banyak banget DVD, maksudnya mau menghabiskan liburan dengan DVD), telpon rumah berdering-dering. Kring..kring..seperti biasa, biarpun bapak yang posisinya paling dekat dengan telpon, jarang banget dia mau angkat langsung telpon itu. Tumben waktu itu dia langsung angkat.
"Budi, oh gitu? Jam berapa kejadiannya? Okey saya langsung berangkat," sepotong-potong gw dengar pembicaraan bapak lewat telpon. Ternyata penelpon adalah Bang Budi, suami sepupu gw kak Rini, yang rumahnya sore tadi kami kunjungi.
"Trin, bapatua jatuh di kamar, nafasnya sesak, sekarang lagi dalam perjalanan ke UGD," kata bapak seraya menyebutkan nama rumah sakit terdekat dari rumah kami.

3 November 01.00
"Belum stabil juga tensinya bang?" gw bertanya ke abang Budi.
"Belum Trin, tapi aku udah minta dokternya pakai dobuject** , begitu stabil nanti baru bapatua bisa masuk kamar perawatan." Bang Budi juga berprofesi sebagai dokter, sehingga sedikit banyak paham tentang seluk-beluk pengobatan.
"Terakhir berapa tensinya?"
"60/40"

---
Setiap liburan sekolah, adalah masa-masa menyenangkan untuk gw. Bapatua gw, yang tinggal di Kupang selalu datang di periode ini. Dan biasanya dia datang membawakan gw baju yang berenda2 dengan pita manis yang diikat di belakang.
Setiap liburan kuliah, juga masa-masa menyenangkan untuk gw. Masa-masa gw pulang ke rumah di Jakarta selama kira-kira 1 minggu, dan bertemu dengan bapatua gw (juga saudara gw lainnya) yang mengasihani keponakannya yang menuntut ilmu di Bandung tanpa sanak saudara. Biasanya sebelum kami berpisah, bapatua akan menyelipkan selembar 50ribuan (atau lebih kalau rejekinya lagi banyak) dan bilang ," Ini untuk ongkos fotokopi bahan-bahan kuliah."

05.00
Semalam suntuk sudah kami begadang. Gw, adek gw, dan sepupu-sepupu gw mulai mencari posisi yang paling nyaman untuk melepaskan kepenatan. Maklum ruang tunggu di rumah sakit tersebut relatif kecil, malam itu walaupun malam takbiran, cukup banyak juga yang masuk UGD. Mau tak mau kami harus berbagi tempat duduk dengan para keluarga yang juga menunggui sanak saudaranya yang sakit.

06.30
"Bang, teh tawarnya dong!"
"Bang, indomie kari ayamnya 2 lagi!"
"Bang, kok nggak sholat ied?"
Abang tukang indomie terlihat kelabakan menghadapi kami, yang bukan saja banyak permintaan, tapi juga banyak pertanyaan. Abang indomie tersebut adalah satu-satunya kios makanan yang buka di hari lebaran pertama itu.

07.00
"Kak, tensinya udah 100/60!" seru salah seorang sepupu gw, bang Luhut. Pernyataannya itu ditujukan ke kak Rini, kakaknya.
"Oh baguslah, kita bisa masukkin papa ke kamar sekarang."

13.00
Gw duduk di dekat kak Rini, di samping tempat tidur tempat bapatua dibaringkan. sambil mengipas-ngipas.
"Kak, kayanya ACnya mati deh..nafas bapatua juga jadi tambah berat." Pria tua yang ada di samping gw semakin tampak kelelahan. Tabung oksigen yang menyuplai udara tambahan untuknya, sepertinya tidak cukup efektif menyalurkan udara.
Sejam kemudian, bapatua dipindahkan ke ruangan lain, yang ACnya tidak rusak. Herannya, nafasnya tetap berat.

16.00
Keluarga-keluarga mulai berdatangan. Memang kebiasaan di keluarga gw, ngumpul-ngumpul. Libur lebaran juga memudahkan keluarga datang mengunjungi bapatua. Tiba-tiba kak Rini, menongolkan kepalanya di pintu kamar, ke arah kami yang sedang duduk-duduk di taman dekat kamar rawat.
"Bang, tolong dulu liat papa. Nafasnya berat sekali. Mukanya biru seperti tadi malam," suara kak Rini terdengar panik. Bang Budi langsung bergerak cepat memasuki kamar rawat.

20.00
Turt..turt..telpon rumah gw berdering-dering. Sepupu-sepupu gw yang masih kecil-kecil berteriak mengingatkan ada telpon berdering.
"Halo."
"Trin, bapak nih. Kondisi bapatua tambah buruk. Kau jaga anak-anak di rumah, yang lain suruh ke sini ya."
Gw menurut, walaupun gw pengen banget ada di sana, nungguin bapatua. Bingung harus apa, akhirnya gw memutar DVD kartun untuk sepupu-sepupu gw, Aaron dan Irene. Yang pertama, Valiant.

22.30
DVD yang kedua, Hercules. Gw nggak tahan lagi. Gw pengen ke sana, katanya bapatua udah dipindah ke ICU. Sepupu-sepupu gw masih bersemangat nonton, malam itu malam kemerdekaan mereka, biasanya mereka sudah harus tidur jam segitu. Akhirnya setelah selesai, gw memutar DVD yang ketiga, Madagascar. Orangtua sepupu-sepupu gw datang, gantian gw yang pergi ke sana, ke ICU tempat bapatua dirawat. Untung rumah sakitnya dekat.

23.30
"Keluarga bapak Pakpahan!" terdengar suara perawat ICU memanggil keluarga pasien. Rupanya kondisi pasien tersebut sudah gawat, sehingga keluarganya boleh mendampingi si pasien. Gw bernafas lega, gw tahu keluarga gw yang lainnya juga berpikir sama, untung bukan keluarga kami yang dipanggil. Tak lama terdengar suara orang-orang menangis dari dalam ruang ICU, mungkin dari ekluarga pasien yang baru saja dipanggil si perawat. Gw bergidik. Ngeri.

23.50
"Keluarga bapak Siregar!" gw tersentak, keluarga kami! Buru-buru kami memasuki ruangan ICU. Bapatua, terbujur pasrah, beberapa staff dokter memberi resusitasi***. Monitor jantung menunjukkan 3 grafik. Yang mana yang harus gw lihat? Jujur aja, ini kali pertama gw melihat resusitasi dengan memonitor detak jantungnya.
"Lihat grafik yang paling atas." Entah siapa yang erbisik ke telinga gw, seolah-olah tahu bahwa gw kebingungan. Terdengar beberapa di antara anggota keluarga kami mulai menangis. Monitor jantung menunjukkan angka 40. Bang Budi bertengkar dengan dokter jaga di ICU, karena proses resusitasi yang diberikan salah. Di samping gw, sepupu gw yang lain mengucapkan doa.
Banyak suara. Mata gw tetap terfokus pada monitor jantung. Ayo bapatua, jangan menyerah!

4 November 00.50
"Bu Dokter.." kata salah seorang perawat ke kak Rini. Oh ya, kak Rini juga seorang dokter.
"Kami sudah mencoba selama 1 jam, pasien tidak bereaksi.."
...
"Bu dokter.."
"Kalian yang tahu prosedurnya..oke..silahkan saja," kata kak Rini, wajahnya tertunduk, mendekati papanya, bapatua gw.
Dokter dan perawat mulai melepas berbagai selang yang melekat di tubuh bapatua. Banyak suara lagi. Suara orang bertengkar. Suara orang menangis. Suara kehebohan, ternyata salah satu saudara gw roboh karena pingsan. Banyak suara. Mata gw masih tetap pada monitor jantung. Angka 0 yang ada di sana, sudah tidak bergerak lagi.

6 November 16.00
Seluruh keluarga duduk mengelilingi pusara bapatua. Melempari bunga, menata karangan bunga dukacita supaya indah dilihat.
---
Keluarga gw suka banget ngumpul-ngumpul. Biasanya kami mengadakan semacam potluck party, setiap orang bawa makanan. Bapatua selalu membisikkan ke gw,"Trin, bapatua bawa fuyung hai, kesukaanmu." Beliau tau, walaupun gw suka makan, gw tidak suka banyak jenis makanan.
---
Pagi hari tanggal 6 November adalah acara keluarga, menyampaikan testimonial kami masing-masing untuk bapatua. Gw masih ingat kata-kata gw:
"Bapatua, yang aku kenal adalah sosok yang sangat kuat. Bapatua selalu berjuang dengan sekuat tenaga. Sampai akhir hayatnya, kita semua melihat perjuangannya. Terima kasih udah jadi contoh untuk kami semua bapatua, kami pasti akan menjadi kuat juga..seperti halnya bapatua. Ya kan kakak-kakak dan abang-abangku? Kita pasti kuat kan?"
Pertanyaan itu ditujukan untuk sepupu-sepupu gw, yang ditinggalkan papanya.

* Bapatua: sebutan dalam bahasa batak untuk abang dari bapak.
** Dobuject: obat yang mempunyai efek kerja inotropik positif, yaitu meningkatkan kerja otot jantung sehingga mampu memompa darah ke seluruh tubuh.
*** Resusitasi: upaya mengembalikan fungsi kerja organ-organ vital, dalam kasus di atas digunakan untuk mengembalikan fungsi kerja jantung.

posted by ketket | 3:00 PM

Tuesday, November 01, 2005





Sumber gambar: Balinesia

posted by ketket | 11:30 PM | 3 comments

Who am I?
Katrin's Profile
Female, 26 yr, Jakarta

Archives
Photos
www.flickr.com
This is a Flickr badge showing public photos from Ketket. Make your own badge here.

Other Stuffs
Follow me on...
Side Blog


Talk to Me!



<1--end here -->